COACHING UNTUK SUPERVISI
AKADEMIK
A. Paradigma Berfikir
Coaching
1.
Paradigma berpikir yang pertama adalah
fokus pada coachee atau rekan sejawat yang akan kita kembangkan. Pada
saat kita mengembangkan kompetensi rekan sejawat kita, kita memusatkan
perhatian kita pada rekan yang kita kembangkan, bukan pada "situasi"
yang dibawanya dalam percakapan. Fokus diletakkan pada topik apa pun yang
dibawa oleh rekan tersebut, dapat membawa kemajuan pada mereka, sesuai
keinginan mereka. Berikut adalah percakapan yang menggambarkan bagaimana kita
berfokus pada rekan sejawat kita bukan pada "situasi" yang
disampaikan dalam percakapan.
2. Paradigma berpikir yang kedua adalah bersifat terbuka dan ingin
tahu. Kita perlu berpikiran terbuka terhadap pemikiran-pemikiran rekan sejawat
yang kita kembangkan. Ciri-ciri dari sikap terbuka dan ingin tahu ini adalah:
a.
berusaha untuk tidak menghakimi,
melabel, berasumsi, atau menganalisis pemikiran orang lain;
b.
mampu menerima pemikiran orang lain
dengan tenang, dan tidak menjadi emosional;
c.
tetap menunjukkan rasa ingin tahu (curiosity)
yang besar terhadap apa yang membuat orang lain memiliki pemikiran
tertentu.
3.
Paradigma berpikir coaching yang ketiga adalah memiliki kesadaran diri yang
kuat. Kesadaran diri yang kuat membantu kita untuk bisa menangkap adanya
perubahan yang terjadi selama pembicaraan dengan rekan sejawat. Kita perlu
mampu menangkap adanya emosi/energi yang timbul dan mempengaruhi percakapan,
baik dari dalam diri sendiri maupun dari rekan kita
4.
Paradigma berpikir coaching yang keempat adalah mampu melihat peluang baru dan
masa depan. Kita harus mampu melihat peluang perkembangan yang ada dan juga bisa
membawa rekan kita melihat masa depan
5.
Coaching juga mendorong seseorang untuk fokus pada solusi, bukan pada
masalah, karena pada saat kita berfokus pada solusi, kita menjadi lebih
bersemangat dibandingkan jika kita berfokus pada masalah.
1.
Prinsip coaching yang pertama adalah kemitraan.
Dalam coaching, posisi coach terhadap coachee-nya
adalah mitra. Itu berarti setara, tidak ada yang lebih tinggi maupun lebih
rendah. Coachee adalah sumber belajar bagi dirinya
sendiri. Coach merupakan rekan berpikir bagi coachee-nya
dalam membantu coachee belajar dari dirinya sendiri. Coach bisa
berbagi mengenai pengalamannya yang terkait dengan topik pengembangan coachee,
jika diminta oleh coachee, sebagai salah satu sumber belajar
bagi coachee.
2.
Coaching adalah proses mengantarkan seseorang dari situasi dia saat ini ke situasi
ideal yang diinginkan di masa depan. Hal ini tergambar dalam prinsip coaching yang
kedua, yaitu proses kreatif. Proses kreatif ini dilakukan melalui percakapan,
yang:
a.
dua arah
b.
memicu proses berpikir coachee
c.
memetakan dan menggali situasi coachee untuk menghasilkan ide-ide baru
3.
Prinsip coaching yang ketiga adalah memaksimalkan potensi.
Untuk memaksimalkan potensi dan memberdayakan rekan sejawat, percakapan perlu
diakhiri dengan suatu rencana tindak lanjut yang diputuskan oleh rekan yang
dikembangkan, yang paling mungkin dilakukan dan paling besar kemungkinan
berhasilnya
- Kehadiran
Penuh/Presence
Kehadiran
penuh/presence adalah kemampuan untuk bisa hadir utuh bagi coachee, atau di dalam coaching disebut sebagai coaching presence sehingga badan, pikiran, hati selaras saat sedang
melakukan percakapan coaching. Kehadiran penuh ini adalah bagian dari
kesadaran diri yang akan membantu munculnya paradigma berpikir dan kompetensi
lain saat kita melakukan percakapan coaching.
- Mendengarkan
Aktif
Dalam percakapan coaching, fokus dan pusat komunikasi adalah pada diri coachee, yakni mitra bicara. Dalam hal ini, seorang
coach harus dapat mengesampingkan agenda pribadi atau apa yang ada di
pikirannya termasuk penilaian terhadap coachee.
- Mengajukan
Pertanyaan Berbobot
Dalam melakukan percakapan coaching ketrampilan kunci lainnya adalah mengajukan pertanyaan
dengan tujuan tertentu atau pertanyaan berbobot. Pertanyaan yang diajukan
seorang coach diharapkan menggugah orang untuk berpikir
dan dapat menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal-hal yang mungkin belum terpikirkan
sebelumnya, mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri dan yang dapat mendorong coachee untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan
diri dan kompetensi.
D. Alur TIRTA
TIRTA dikembangkan dari satu model umum coaching yang
dikenal sangat luas dan telah banyak diaplikasikan, yaitu GROW model. GROW adalah
kepanjangan dari Goal, Reality, Options dan Will.
Pada tahapan 1) Goal (Tujuan): coach perlu
mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai coachee dari
sesi coaching ini,
2) Reality (Hal-hal yang nyata):
proses menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee,
3) Options (Pilihan): coach membantu coachee dalam
memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan
sebuah rancangan aksi.
4) Will (Keinginan untuk maju): komitmen coachee dalam
membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya.
o Alur percakapan coaching TIRTA dikembangkan dengan
semangat merdeka belajar yang membuat kita memiliki paradigma berpikir, prinsip
dan keterampilan coaching untuk memfasilitasi rekan sejawat
agar dapat belajar dari situasi yang dihadapi dan membuat keputusan-keputusan
bijaksana secara mandiri. Hal ini penting mengingat tujuan coaching yaitu
untuk pengembangan diri dan membangun kemandirian. Melalui alur
percakapan coaching TIRTA, kita diharapkan dapat melakukan
pendampingan baik kepada rekan sejawat maupun muridnya.
o Dari segi bahasa, TIRTA berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan murid kita adalah air, maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir potensinya.
TIRTA (Tujuan)
Tujuan Umum (Tahap awal dimana kedua pihak coach dan coachee menyepakati
tujuan pembicaraan yang akan berlangsung. Idealnya tujuan ini datang dari coachee)
Dalam tujuan umum, beberapa hal yang dapat coach rancang
(dalam pikiran coach) dan yang dapat ditanyakan kepada coachee diantaranya:
1.
Apa rencana pertemuan ini?
2.
Apa tujuannya?
3.
Apa tujuan dari pertemuan ini?
4.
Apa definisi tujuan akhir yang diketahui?
5.
Apakah ukuran keberhasilan pertemuan ini?
TIRTA (Identifikasi)
Identifikasi (Coach melakukan penggalian dan pemetaan situasi
yang sedang dibicarakan, dan menghubungkan dengan fakta-fakta yang ada pada
saat sesi)
Beberapa hal yang dapat ditanyakan dalam tahap
identifikasi ini diantaranya adalah:
1.
Kesempatan apa yang Bapak/Ibu miliki sekarang?
2.
Dari skala 1 hingga 10, dimana posisi Bapak/Ibu
sekarang dalam pencapaian tujuan Anda?
3.
Apa kekuatan Bapak/Ibu dalam mencapai tujuan
tersebut?
4.
Peluang/kemungkinan apa yang bisa Bapak/Ibu ambil?
5.
Apa hambatan atau gangguan yang dapat menghalangi
Bapak/Ibu dalam meraih tujuan?
6.
Apa solusinya?
TIRTA (Rencana Aksi)
Rencana Aksi (Pengembangan ide atau alternatif
solusi untuk rencana yang akan dibuat)
1.
Apa rencana Ibu/bapak dalam mencapai tujuan?
2.
Adakah prioritas?
3.
Apa strategi untuk itu?
4.
Bagaimana jangka waktunya?
5.
Apa ukuran keberhasilan rencana aksi Bapak/Ibu?
6.
Bagaimana cara Bapak/Ibu mengantisipasi gangguan?
TIRTA (Tanggung Jawab)
Tanggungjawab
(Membuat komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya)
1. Apa komitmen
Bapak/Ibu terhadap rencana aksi?
2. Siapa dan apa
yang dapat membantu Bapak/Ibu dalam menjaga komitmen?
3. Bagaimana dengan
tindak lanjut dari sesi coaching ini?
Setiap kepala sekolah dan pemimpin pembelajaran seyogyanya berfokus
pada peningkatan kompetensi pendidik dalam mendesain pembelajaran yang berpihak
pada murid yang bertujuan pada pengembangan sekolah sebagai komunitas praktik
pembelajaran. Seorang supervisor memahami makna dari tujuan pelaksanaan
supervisi akademik di sekolah (Sergiovanni, dalam Depdiknas, 2007):
- Pertumbuhan:
setiap individu melihat supervisi sebagai bagian dari daur belajar bagi
pengembangan performa sebagai seorang guru,
- Perkembangan:
supervisi mendorong individu dalam mengidentifikasi dan merencanakan area
pengembangan diri,
- Pengawasan:
sarana dalam monitoring pencapaian tujuan pembelajaran.
Tujuan supervisi akademik ini terpadu dan integral, tidak mengesampingkan
tujuan yang satu dari yang lainnya.
Dalam setiap interaksi keseharian di sekolah, seorang pemimpin pembelajaran
dan sekolah perlu menghidupi paradigma berpikir yang memberdayakan bagi setiap
warga sekolah dan melihat kekuatan-kekuatan yang ada dalam komunitasnya.
Melalui supervisi akademik potensi setiap guru dapat dioptimalisasi sesuai
dengan kebutuhan yang nantinya dapat membantu para guru dalam proses
peningkatan kompetensi dengan menerapkan kegiatan pembelajaran baru yang
dimodifikasi dari sebelumnya. Dan salah satu strategi yang dapat dilakukan
dalam mencapai tujuan tersebut adalah melalui percakapan coaching dalam
keseluruhan rangkaian supervisi akademik.
Beberapa prinsip-prinsip supervisi akademik dengan paradigma berpikir coaching meliputi:
- Kemitraan:
proses kolaboratif antara supervisor dan guru
- Konstruktif:
bertujuan mengembangkan kompetensi individu
- Terencana
- Reflektif
- Objektif:
data/informasi diambil berdasarkan sasaran yang sudah disepakati
- Berkesinambungan
- Komprehensif:
mencakup tujuan dari proses supervisi akademik