Minggu, 26 April 2020

Puasa Bersama Bapak part





"Aku memanggilnya Bapak... dan tak tahu sejak kapan panggilan itu kusematkan untuknya." 
"Memangnya kau ga ingat dia ke rumahmu sejak kapan?"Dul bertanya tak mengerti kenapa Rian tak mengenal sosok yang ia bilang "Bapak" itu.
Sosok yang tak ramah menurut Rian..dan sepertinya semua teman Rian setuju dengan ap yang ia rasakan ini.

Rian tinggal di sebuah rumah mungil di pinggir desa dekat sawah warga. Ia pun tak tahu kenapa hanya rumahnya yang ada di lokasi itu, sedang rumah penduduk yang tak berada dekat sawah namun si tengah desa mereka. Meski ia selalu ingin menanyakan itu pada Bapak, tak urung niat itu hilang saat wajah Bapak tepat di hadapan Rian.
"Itu rumah peninggalan kakekmu,"ayah Dul mengatakan itu pada Rian sore hari itu saat tak lagi bisa dibendungnya rasa pensaran di benaknya.
Setidaknya satu jawaban yang justru menambah beribu tanya di hatinya tentang siapa "Aku?" dalam dirinya.

"Apa aku salah Dul...jika aku ingin tahu tentang diriku?"satu tanya yang tak seolah ditujukan untuk diri sendiri. Dul hanya bisa mendengar dan terus saja ia asyik dengan ikan-ikan yang baru di dapatkannya di sungai kecil bersama Rian pagi itu.
"Kita masih kecil ya Dul...jadi ga boleh banyak tanya,"Rian kembali memberi jawaban buat dirinya sendiri. 
Siang yang mulai terik membuat dua bocah itu nelangkh menepi di bawah pohon asam tak jauh dari sungai. Semilir angin mengusir keringat yang membashi badan dan pakaian keduanya. Terdiam dan tenggelam dalam angan masing-masing meski pandangan keduanya tak lepas dari aliran sungai yang seakan memberikan irama merdu dengan gemericik kecilnya. Nada-nada yang selalu memberikan rasa nyaman keduanya di tengah hari bulan puasa. Tak banyak yang mereka lakukan, yah..untuk menahan rasa haus yang datang jika harus berlarian mengejar kupu-kupu seperti hari-hari di lua nulan ramadhan. Apalagi jika harus menyusuri sungai hanya untuk beradu cepat merayap seperti tentara yang sedang berperang. Pun kini hanya mereka berdua yang hingga siang masih di sana, beberapa teman tak mau berlama-lama menghabiskan siang di sungai. Tio bilang ga mau kulitnya tambah legam, sementara Koko dan Doni tak ingin merasa kering kerongkongannya jika berlama-lama bermain.

"Dul......pelan Rian menggoncang tubuh lemah di dekatnya, rupanya Dul telah terlelap. Rian tak tega membangunkannya hingga ia pun merebahkan diri di rerumputan itu. Matanya memang terpejam, namun tak bisa mengantarkannya pada mimpi. Pikirannya masih dipenuhi tanya yang tak tahu kapan akan menemui jawabannya. Mengembara di masa yang tak begitu diingatnya membuat kepalanya sedikit berdenyut hingga pening menyapa. Sayup-sayup aiara adzan menyadarkan ia dari lamunan yang tak berujung. Kini ia harus memaksa Dul bangun dari mimpi siangnya, dengan mata setengah tertutup ia mengikuti langkah Rian menuju rumahnya. Meski masih mengantuk tetap ia mengikuti langkah Rian menuju surau di tengah desa. Sejuknya air telah membasahi wajah hingga membuat mata

1 komentar:

Koneksi Antar Materi 2.3 Coaching Untuk Supervisi Akademik

  COACHING UNTUK SUPERVISI AKADEMIK A.       Paradigma Berfikir Coaching 1.        Paradigma berpikir yang pertama adalah fokus pada  co...