“Kamu
yakin dengan pilihanmu San?”satu tanya penuh keraguan yang tentu Hasan
mengetahui kemana arah yang dimaksud Ani.
“Hatiku
sudah memilih, aku yakin keluarga Suci mau menerimaku apa adanya An,”tanpa
keraguan sedikitpun terdengar jawaban itu ditelinga Ani.
Tak
heran tentu jika Ani masih meragukan apa yang akan sahabatnya itu tentukan
untuk masa depannya. Suci memang gadis yang baik, menarik dan menjadi pusat
perhatian semua pemuda yang mengenalnya. Namun siapa yang tak mengenal dari
mana ia berasal, keluarga terhormat yang disegani dengan gelimang harta dari
usaha kayu dan mebelnya.
Hasan
memang pemuda yang baik, sikapnya santun, dan cukup cerdas di bangku sekolah. Ani
pun telah melihat semenjak mereka masih sekolah jika Hasan menyukai Suci. Namun
untuk menjadikan Suci sebagai istrinya, Ani ragu dengan kondisi keluarga mereka
yang bisa dibilang bak bumi dan langit itu. Pria sederhana yang ssetiap hari
bergelut dengan lumpur di sawah hendak menyunting sang putri? Batinnya masih
dipenuhi rasa khawatir.
“Suci
yang akan meminta persetujuan dari ayahnya, dia sudah mengatakannya padaku,”berbinar
mata Hasan mengatakan tentang kesungguhan Suci menerimanya.
“Semoga
semua berjalan lancar San,”Ani meninggalkan Hasan yang masih asyik dengan
lamunan indahnya itu. Ia bergegas hendak menemui ayah dan ibunya di rumah.
Tak
hanya Ani yang mengingatkan rencana Hasan, ibu dan bapaknya pun telah
memberikan gambaran betapa Hasan dan Suci tak sepadan latar belakangnya. Abah
Ahmad dan Mak Yati merasa mereka minder dengan keluarga kaya tersebut. Meski mereka
mengenal Suci sebagai gadis yang ramah, menghargai orangtua, namun apakah semua
keluarganya akan menerima keluarga miskin sepertinya.
“Emak
ga berani ke rumah juragan itu San, Emak dan Abahmu ini orang kecil, bahkan
rumah kita tidak lebih bagus dari kandang peliharaan di kebun mereka,”
penjelasan Emak dan Abah tak mampu menggoyahkan niat Hasan yang begitu menggebu.
Pernikahan
itupun tetap terjadi, meski Abah dan Emak tak berani berlama-lama di tempat
resepsi yang diadakan di rumah mewah itu. Keluarga Hasan hanya menyaksikan dari
bangku-bangku yang disediakan khusus untuk mereka. Rombngan itu bergegas pulang
setelah acara selesai.
Semenjak
menikah, Hasan harus tinggal di rumah Suci dan keluarganya. Ia bekerja membantu
di toko mebel milik ayah Suci. Hanya sesekali mereka berdua ke rumah Abah dan
Emak. Itupun tak diperbolehkan Suci menginap di rumah mereka. Sedang Hasan pun
harus selalu menjaga toko setiap hari. Emak sering melihat dari balik tembok
toko mebel itu ketika ia pulang dari pasar. Ia hanya bisa memandang wajah sang
putra dari kejauhan, buliran bening pun tak kuasa berjatuhan dari pelupuk mata
tuanya itu. Bergegas Emak menjauhi tempat itu sebelum ada penjaga yang meilhat
ke arah ia berdiri.
“Ani.....tolong
Emak dan Abah, coba lah kamu main ke tempat Suci,”Abah Ahmad selalu meminta
bantuan Ani saat mereka sangat merindukan Hasan. Meski tak bisa berlama-lama
mengunjungi mereka, setidaknya Ani tak canggung bermain di rumah Suci dan
Hasan, kedua orangtua Suci pun telah mengenal Ani semenjak masih sekolah. Ia sering
diajak ke rumah untuk belajar bersama dan bermain di kebun yang luas dengan
kolam ikan dan taman bunga milik keluarga Suci.
“Hasan
dan Suci sehat semua Mak...Abah...mereka terlihat bahagia, apalagi Suci kini
tengah mengandung Mak,”Ani menyampaikan kabar gembira untuk kedua orangtua
Hasan.
“Hasan
dipercaya menjaga salah satu toko yang akan dibuka di dekat perempatan pasar
itu Mak, mereka akan membuka cabang yang baru,” lanjut Ani .
Emak
dan Abah turut bahagia mendengar cerita Ani, meski mereka tak begitu saja
percaya kalau putra mereka bahagia dengan kehidupan barunya.
“Semoga
mereka memang bahagia ya An....Abah kuatir dengan Hasan, Abah sempat ketemu dia
kemarin....wajahnya terlihat letih, badannya juga lebih kurus,”mata Abah menerawang
jauh membayangkan kehidupan putra semata wayangnya itu.
“Abah
dan Emak nggak usah terlalu khawatir dengan mereka, Hasan sudah bahagia dengan
pilihan hidupnya Bah, terbukti mereka akan dipercaya menjaga toko yang baru,”Ani
meyakinkan kedua orangtua itu.
Meski
Ani selalu menghibur keduanya, namun tak cukup membuat tenang hati orangtua
Hasan. Hanya dengan memohon pada Sang Pencipta yang sedikit mengurangi gelisah
di hati keduanya.
Namun
siapa sangka, sebuah awal yang dikira akan membawa bahagia itu menjadi jalan
untuk kehidupan yang berbeda untuk Hasan dan Suci. Rumah dan toko yang
dipercayakan kepada mereka tak mendatangkan keuntungan seperti yang diharapkan
ayah Suci. Hasan tak lagi dipercaya hingga ia harus meninggalkan Suci beserta
bayi digendongannya. Tak ada yang mengerti apa yang sebenarnya terjadi dengan
rumah tangga keduanya, Hasan terdiam ketika keluarganya bertanya. Ia kembali ke
rumah Emak dan Abah dengan berjalan kaki tanpa dibarengi istrinya. Hasan hanya berdiam di kamarnya, tak ada
cerita dari kepulangannya. Semenjak itu ia pun tak kembali ke rumah Suci.
Tak
ada yang berani bertanya pada Hasan. Hingga setahun setelahnya Emak dan Abah
menerima surat perceraian yang dikirimkan keluarga Suci ke rumah mereka. Surat
yang menjadi bukti bahwa keduanya tak lagi bersama, yang semua urusan itu bukan
dari Hasan. Tak ada lagi bahagia di wajah Hasan, senyumya seolah hilang dari
hidupnya. Terlebih setelah tersiar kabar Suci dinikahkan dengan pengusaha kaya
teman bisnis ayahnya. Pesta meriah pun digelar dengan pertunjukan wayang kulit
sebagai hiburan masyarakat sekitar.
Tak
ada kabar lagi dimana kini Suci bersama keluarga barunya. Hanya beberapa
pelayan mengatakan bahwa ia dibawa ke luar negeri oleh suami barunya itu ketika
Ani mencoba mencari kabar ke salah satu toko mebel ayahnya.
Sayang saya tidak mengikuti dari awal
BalasHapusLanjut ya Bu