Berguru
Menulis Buku dari Pengalaman Sang Guru
Pepatah
“Pengalaman adalah guru terbaik” memang tepat, telah banyak hal-hal yang
dipetik dari sebuah pengalaman untuk diambil hikmah dibaliknya untuk
memperbaiki langkah ke depan. Tak hanya dari pengalaman pribadi kita belajar
tentang kehidupan, namun tak jarang berkaca dari orang lain pun jadi sebuah
pertimbangan untuk menentukan keputusan. Tidak terkecuali dalam dunia tulis
menulis, pengalaman orang-orang yang telah bergelut dengan dunia penerbitan
menjadi “Guru” yang sangat dibutuhkan penulis-penulis baru.
Pertemuan
Belajar menulis pada tanggal 04 Mei 2020 ini akan menyimak pengalaman dari
penulis buku “Menghimpun yang Terserak”.
Sebuah buku yang lahir dari kumpulan tulisan-tulisan Bapak Ukim Komarudin. Beliau adalah salah satu Guru SMP Labschool,
Penulis, dan Motivator.
Pengalaman
yang sangat menarik disimak bagaimana perjalanan kebiasaan menulis yang
kemudian dilirik oleh orang-orang di sekitar hingga penerbit. Penuturan Pak Ukim tentang menulis yang telah
menjadi suatu kebutuhan tanpa peduli
dengan ragam apapun yang menjadi trend yang ada di masyarakat, menulis
merupakan “ekspresi pribadi”. Dengan menulis ia memiliki tempat untuk
mencurahkan segala kegelisahan atau apapun bentuknya.
Tulisan
yang apa adanya, apa saja, terkait pelajaran, beragam kegiatan berupa proposal,
liputan kegiatan yang harus dituliskan di majalah, dan menulis buku harian.
Setiap saat diisi oleh menulis.
Ada
cerita yaang menarik ketika proses menerbitkan buku dalam cerita beliau:
“Saya
banyak mendapat pelajaran menyengkut hal-hal yang tadinya tidak saya pikirkan. Pelajaran
atau informasi itu awalnya membuat saya tidak nyaman karena menabrak prinsip
menulis saya. Umpamanya: “Apakah ketika saya menulis buku “Menghimpun yang
Berserak” memperkirakan akan laku atau tidak?” Kalau sudah ada, apakah buku
saya punya nilai tambah sehingga pembaca melirik dan membeli buku saya? Untuk kepentingan
pasar, “Apakah saya bersedia apabila beberapa hal terjadi penyesuaian
(diganti)? Dst. Terus terang saya merasa kurang nyaman dengan interview itu. Saya
merasa diam-diam mulai “dipenjara”. Inikan ekspresi pribadi saya, mengapa orang
lain bisa mengatur hal-hal yang sangat privasi? Menyebalkan!”
Pengalaman
interview tersebut beliau ceritakan pada teman yang telah menjadi penulis. Ternyata
apa yang dialami itu baik dan harus disyukuri. Proses menulis melibatkan tim
agar tulisan yang dibuat sampai kepada pembaca. Tim akan membuat karya-karya
penulis dapat dinikmati orang banyak. “Sebagai pemula, karya saya harus dipoles
sana sini.”
Jika
nanti naskah itu bisa melewati editor, maka proses “menjadi” memang mengalami
banyak hal. Ada bagian gambar sampul, ilustrasi, photo jika diperlukan, tata
letak, dan lainnya.
“Yang
sangat penting dalam proses kreatif saya yakni menerima dami atau calon buku
yang sama persisi jika akhirnya bisa dicetak. Saya gembira sekali menerima buku
dami itu. Saking gembiranya, saya menandatangani saja kontrak kerjasama tanpa
membaca persentase yang kelak saya terima. Diduga sikap itu bukan sembrono,
tetapi memang saya menulis bukan untuk hal itu.” Akhirnya saya mendapat konfirmasi
ketika saya dapat kabar bahwa ada meeting
terkait dengan terbitnya buku saya. Pertama saya menerima buku pribadi sejumlah
5 buku yang berstempel tidak diperjualbelikan, kedua, saya diajak bicara
terkait teknis launching buku “Menghimpun
yang Berserak”. Ketiga, saya diberitahu bahwa penerbit menerbitkan jumlah yang diterbitkan pada penerbitan
pertama ini dan kurang lebih 6 bulan saya baru akan mendapa t royaltinya.”
Beberapa
buku berikutnya juga memiliki proses yang kurang lebih hampir sama dengan buku
pertama beliau tersebut. Dan buku terbaru beliau saat ini berjudul “Ariaf
Rachman Guru”.
Beberapa
hal yang dapat diambil pelajaran pada sesi tanya jawab diantaranya:
1.
Kriteria layak atau tidaknya sebuah buku
terkait buku pelajaran: (1) menunjukkan penggunaaan pendekatan baru (2) lebih
lengkap, (3) penulisnya memang berkualifikasi luar biasa, (4) naskah
renyah/enak dibaca, dan diutamakan dari hasil penelitian lembaga-lembaga
perndidikan terbaik.
2.
Buku itu seperti anak, dia ada yang berkembang
dan bermakna bagi masyarakat luas, ada juga yang diam-diam hanya dibaca sahabat
ketika dia terpuruk di sudut kamarnya. Tidak semua buku diterbitkan oleh Pak
Ukim, yang menarik buat beliau yang ditulis, tak peduli dilirik penerbit atau
tidak.
3.
Menulis itu harus menempatkan diri
sesuai stamina dan kecenderungan sendiri. Ada tipe sprinter, maka pilih cerpen. Ada tipe marathon maka pilih novel. Mungkin bertahap, dari lari jarak
pendek, karena latihan akhirnya lari jarak jauh.
4.
Ada yang disebut Premis(tema besar). Biasa terdiri dari satu paragraf. Hebatnya ia
adalah sebuah headline yang memegang
pergerakan ide, tokoh, dan alur cerita. Penulis hebat memulai dari itu.
5.
Permasalahan penulis pemula sering
serakah. Jadi penulis sekaligus editor, akhirnya nggak jadi-jadi.
Tulis saja,
nanti ada jurinya: diri sendiri, teman penulis, dan akhirnya editor.
6.
Bagaimana ya memulai menulis?
Mulailah menulis
dengan membaca buku-bukuyang diduga akan mirip ekspresi bentuknya seperti buku
yang akan dibuat. Mulailah mmebaca karya-karya yang bagus yang menjadi minat
kita, dari sini akan muncul standar untuk diri sendiri.
7.
Penulis yang baik memang pembaca yang
baik. Banyak-banyklah membaca sehingga akan mampu menulis. Menulis produktif
pasokannya adalah membaca(receptif).
8.
Untuk menulis buku pelajaran bisa
dimulai dari modul atau serpihan bab sebagai pegangan siswa. Mintalah masukan dari anak-anak agar menjadi lebih baik
dan layak diterbitkan.
9.
Proses penulis pemula untuk menerbitkan
buku di penerbit mayor, dengan mengirimkan tulisannya ke penerbit yang isi kemasannya
adalah: (1) surat yang menjelaskan maksud, (2) naskah dalam bentuk print out. Minta
tanda terima jika itu diantarkan langsung dan tanyakan kapan mendapat
tanggapannya.
(Menulis menjadi
sebuah kebutuhan akan menjadikan diri sendiri konsisten dalam mencurahkan semua
hal yang ditangkap pancaindera ke dalam tulisan. Tulisan akan menerima jalannya
masing-masing, apakah itu diterbitkan dalam bentuk buku ataukah menjadi bahan
referensi bacaan pembaca. Menulislah tanpa harus memilkirkan kemana ia akan
berlabuh).
peserta kuliah yang telaten. Mengikuti secara detail hingga begitu runut. Mungkin sudah pernah tiba di penerbit major? Menarik. Mari Menulis. Salam Literasi dari Timor.
BalasHapusMari belajar menulis bersama ukim komarudin
BalasHapus