Rabu, 06 Mei 2020

Puasa Bersama Bapak _part4

"Assalamu'alaikum.....Budhe Dul ada,"Rian bertanya sambil memperhatikan bunga mawar yang begitu swgar sedang dirapikan Budhe Ani.
"Masuk saja Rian, Dul ada di kamarnya,"tanpa menengok si penanya ia mempersilakan teman putranya itu.
Rian berlari kecil menuju kamar sahabat karibnya, dann benar saja diasana Dul sedang asyik di samping meja belajarnya, hingga salam Rian tak kunjung dijawab olehnya. Rian segera menghampiri dan duduk disamping Dul. 
"Serius sekali Dul,"sapaan Rian membuat Dul terlonjak dari duduknya. Ia terkejut dengan kedatangan Rian yang tiba-tiba.
"Aduh....hampir copot jantungku...kamu itu datang tak diundang, bikin kaget saja, mirip jailangkung,"Rian masih mengelus dada.
"Aku salam nggak dijawab, ya langsung saja duduk disini,"jelas Rian tak mau disalahkan.
"Ssstt...... bentar aku tutup pintu kamar dulu,"Dul memberi isyarat seolah ada sesuatu yang penting.
Ia mengajak Rian duduk di atas dipan setelah memastikan pintu tertutup rapat. Dikeluarkanya amplop coklat yang sedari tadi digenggamnya.
"Coba kamu lihat isinya Rian,"sambil ia menganggukkan kepala untuk meminta Rian segera membukanya.
"Kemarin aku tidak sengaja menemukannya ketika Bapak memintaku membereskan gudang, itu tersimpan rapi di lemari kecil. Tadinya aku hendak menanyakan sama Bapak, tapi setelah kulihat isinya sepertinya kamu yang harus mengetahui tentang semua itu."Dul memlerhatikan Rian yang sedang membuka album foto lama ditangannya.
"Ini Bapak.....Mbah Putri....ini siapa ya Dul?"Rian menunjuk gambar wanita yang ada diantara gambar Bapak dan Mbah Putri. Yang ditanya pun tak tahu dan belum pernah mengenalnya. Rian terus membuka lembar-lembar foto yang mulai pudar warnanya. 
"Kita tanya sama Bapak dan Ibuku saja nanti,"Dul memberikan usulannya. Rian terlihat setuju dengan apa kata Dul.
"Kamu pagi-pagi kesini mau apa, nggak biasanya," Dul balik bertanya. Rian pun menceritakan mimpinya, juga dengan perkembangan Bapaknya.
"Dari kemarin Bapak sudah kelihatan berbeda Dul, aku senang sekali,"sambil menerawang jauh Rian berkata.

Prang......prang.....suara keras terdengar dari sebuah kamar yang tertutup, mengagetkan seluruh penghuni rumah di pagi buta itu. Beruntung rumah mereka jauh dari para tetangga hingga suara gaduh tak mengganggu orang lain. Rian yang masih balita itu bersembunyi di balik pintu ketika Mbah Putri mendekati kamar Bapak. Tak berani ia mengikuti langkah neneknya yang hendak membuka kamar Bapak.
"Hasan...San....buka pintunya, ini emak....Rian juga menunggumu,"Mbah Putri berkata pelan sambil mengetuk pintu yang terkunci dari dalam. Rasa khawatir terlihat di raut wajahnya, suara barang yang berjatuhan masih terdengar.

"Bapak kenapa Mbah?"suara Rian terbata-bata dengan air mata yang membasahi kedua pipinya. Ia tak begitu mengerti tentang sikap Bapak yang kadang-kadang begitu memanjakannya, namun juga tak jarang ia akan mengamuk dan bertetiak keras. Meski tak pernah Bapak sekalipun melukainya, Rian selalu ketakutan dan berlari menjauh darinya.
"Bapak sayang sama Rian, Bapak hanya capek dan pusing,"begitu selalu jawaban yang ia dapatkan dari neneknya.
Tak ada tetangga yang berani berlama-lama di rumah kecil itu. Mereka akan mempercepat langkahnya saat melewati depan rumah sepulang dari sawah. Tatapan iba selalu terlihat dari orang-orang ketika Rian melihat ke arah mereka.
"Biar Rian saya asuh saja Mbah, saya besarkan bersama Dul, ia juga pasti senang ada temannya di rumah. Ani berkata pelan agar Hasan tidak mendengar perkataannya. Namun tiba-tiba Hasan telah berada di belakangnya. Wajahnya terlihat marah mendengar penuturannya.
"Maaf San, aku hanya ingin Rian ada teman bermain,"lirih ia berucap sambil tertunduk. Tanpa menunggu reaksi Hasan, ia bergegas pulang.
"Aku tidak mau ada orang yang membawa Rian jaub dariku,"Hasan berseru sambil membawa Rian masuk ke kamarnya.

"Rian...Rian.... "Dul menepuk pundak sahabatnya. "Kamu ingat Mbah Putri?"
"Bapak selalu membawaku kemanapun ya Dul,"Rian terlihat masih menyelami masa lalunya.
"Aku ikut senang mendengar Lik Hasan sudah mau shalat lagi, masak untuk kalian...semoga dia juga tak lagi membisu.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Koneksi Antar Materi 2.3 Coaching Untuk Supervisi Akademik

  COACHING UNTUK SUPERVISI AKADEMIK A.       Paradigma Berfikir Coaching 1.        Paradigma berpikir yang pertama adalah fokus pada  co...