Jumat, 31 Juli 2020

Puasa Bersama Bapak_part 13


Part_13


Ruangan bernuansa serba putih itu terasa begitu sunyi, tak ada suara dari penghuni yang masih terjaga meski malam telah larut. Ia tak bisa tidur dengan nyenyak meski telah dibantu dengan obat yang disuntikkan melalui selang infus yang terpasang ditangannya. Pikirannya melayang jauh kepada seseorang yang dirindukannya. Permata hati yang tinggal jauh di negeri seberang bersama pasangan pilihannya. Ada rasa bersalah dalam benaknya kini, akan kehidupan yang dijalani putrinya yang tak bisa dekat dengannya. Harta telah membutakan hatinya kala itu, hingga ia tak peduli dengan tangis sang putri ketika kehilangan suami dan putranya. Ia pula yang telah tega mengusir menantu dan cucunya yang masih bayi dari rumah megahnya.

“Bapak belum tidur?” Rino mendekati Pak Gunando ayahnya ketika ia terjaga.
“Rino...,” pelan suara itu memanggil.
Rino mendekati ayahnya yang meminta untuk duduk. Ia mengambilkan segelas air dan menyeka keringat dingin di dahi sang ayah. Meski ruangan dengan fasilitas pendingin ruangan yang cukup dingin, namun keringat selalu keluar dari tubuh Pak Gunando yang masih demam.

“Bapak sedang memikirkan Suci?”
Tak ada jawaban yang keluar dari ayahnya, namun bulir bening yang menetes dari netra Pak Gunando cukup untuk memberi jawaban. Rino pun yakin bahwa pikiran ayahnya yang tidak tenanglah yang memicu lemahnya kondisi fisiknya saat ini. Namun ia tak mampu membantu gelisah di hati ayahnya, ia hanya bisa menemani dan memberikan apa yang ayahnya minta. Apapun yang ayahnya perintahkan tentu akan ia turuti. Tak ada yang berani membatah perintah sang ayah, tak hanya dalam mengelola bisnis bahkan masalah dalam rumah tangganya pun Pak Gunando yang banyak menentukan.

“Besok Suci sudah sampai ke sini Pak,” Rino menyampaikan kabar adiknya.
Semenjak dibawa suaminya, baru dua kali mereka pulang ke Indonesia. Pertama ketika Rino menikah dan kepulangan kedua adalah dua tahun lalu ketika ibunya meninggal. Waktu yang singkat berada di dekat keluarganya tak cukup untuk Rino dan ayahnya mengetahui tentang keadaan Suci dan keluarganya. Suami Suci tak mengijinkan ia berlama-lama bersama keluarganya. Meski dari sorot mata adiknya Rino membaca kegelisahan dan kerinduan berbagi cerita seperti waktu remaja mereka.

“Kamu kirim surat ke abang Ci kalau ada yang ingin kamu ceritakan,” Rino menyampaikan hal itu beberapa kali.
Namun ia tak tahu kenapa Suci tak pernah berkirim kabar kepadanya maupun kepada ayah dan ibunya. Ada rasa curiga tentang kehidupan adiknya, namun ia tak berani menyampaikan dugaan dalam pikirannya kepada siapapun.

“Aku baik-baik saja Bang,” jawaban itu yang Rino dapatkan ketika ia mengantar adiknya ke bandara. Namun ia yakin jawaban itu bukanlah kondisi yang nyata, terlebih ada suami Suci yang selalu memperhatikannya ketika ia berbicara dengan Suci.

Banyak saudara yang selalu mengatakan betapa beruntungnya Suci bersuamikan saudagar kaya dan tinggal di luar negeri. Gelimang harta dan penampilan yang serba mewah selalu menjadi tolak ukur penilaian semua saudara yang melihatnya ketika pulang. Belum lagi ketika Pak Gunando menceritakan suksesnya bisnis sang menantu dan harta kekayaan yang dimilikinya. Rasa bangga saat ia menceritakan kehidupan sang putri yang bagai ratu dalam istana. Ia yakin jika Suci pasti bahagia dengan kehidupan yang dijalani bersama pria pilihannya itu.

Suci tak pernah memberi kabar tentang kehidupan keluarganya, tak ada yang tahu kehidupan yang ia jalani bersama Ridwan di negeri seberang. Tak banyak yang ia ceritakan ketika ayah dan ibunya saat keduanyan berkunjung ke rumah mereka ketika Suci melahirkan anak-anaknya. Bapak dan ibunya hanya menyaksikan kehidupan yang terlihat bahagia dan pekerjaan rumah yang selalu ditangani oleh pembantu di rumah anak dan menantunya itu.

“Sepertinya ada yang kamu rahasiakan dari ibu Ci,” Bu Gunando melihat resah dari sorot mata putrinya.
Naluri seorang ibu yang telah mengandung dan membesarkan  Suci tak bisa dibohongi. Namun Suci tak pernah menceritakan apa yang terjadi dalam rumah tangganya. Keresahan hati Bu Gunando yang ia sampaikan pada suaminya pun selalu ditanggapi sebagai perasaan yang salah menurut Pak Gunando.
“Ibu lihat sendiri kalau mereka tidak kekurangan apapun, perasaan kamu itu berlebihan Bu,” Pak Gunando yakin dengan apa yang ia lihat tentang rumah tangga Suci.

Kekhawatiran Bu Gunando membuat kondisi kesehatannya kian menurun, ia hanya mengungkapkan semua dalam buku kecil yang ditemukan Rino ketika ia membereskan barang-barang di kamar ibunya selepas acara selamatan untuk mendoakan sang ibu. Rino yakin apa yang dirasakan ibunya tidak salah, namun jawaban Suci masih sama seperti yang diungkapkannya pada ibunya.

“Apa yang sebenarnya terjadi dengan kehidupanmu di sana Ci?” pertanyaan dalam benak Rino yang sampai kini belum terjawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Koneksi Antar Materi 2.3 Coaching Untuk Supervisi Akademik

  COACHING UNTUK SUPERVISI AKADEMIK A.       Paradigma Berfikir Coaching 1.        Paradigma berpikir yang pertama adalah fokus pada  co...