Part_13
Ruangan
bernuansa serba putih itu terasa begitu sunyi, tak ada suara dari penghuni yang
masih terjaga meski malam telah larut. Ia tak bisa tidur dengan nyenyak meski
telah dibantu dengan obat yang disuntikkan melalui selang infus yang terpasang
ditangannya. Pikirannya melayang jauh kepada seseorang yang dirindukannya.
Permata hati yang tinggal jauh di negeri seberang bersama pasangan pilihannya.
Ada rasa bersalah dalam benaknya kini, akan kehidupan yang dijalani putrinya
yang tak bisa dekat dengannya. Harta telah membutakan hatinya kala itu, hingga
ia tak peduli dengan tangis sang putri ketika kehilangan suami dan putranya. Ia
pula yang telah tega mengusir menantu dan cucunya yang masih bayi dari rumah
megahnya.
“Bapak
belum tidur?” Rino mendekati Pak Gunando ayahnya ketika ia terjaga.
“Rino...,”
pelan suara itu memanggil.
Rino
mendekati ayahnya yang meminta untuk duduk. Ia mengambilkan segelas air dan
menyeka keringat dingin di dahi sang ayah. Meski ruangan dengan fasilitas
pendingin ruangan yang cukup dingin, namun keringat selalu keluar dari tubuh
Pak Gunando yang masih demam.
“Bapak
sedang memikirkan Suci?”
Tak
ada jawaban yang keluar dari ayahnya, namun bulir bening yang menetes dari
netra Pak Gunando cukup untuk memberi jawaban. Rino pun yakin bahwa pikiran
ayahnya yang tidak tenanglah yang memicu lemahnya kondisi fisiknya saat ini.
Namun ia tak mampu membantu gelisah di hati ayahnya, ia hanya bisa menemani dan
memberikan apa yang ayahnya minta. Apapun yang ayahnya perintahkan tentu akan
ia turuti. Tak ada yang berani membatah perintah sang ayah, tak hanya dalam
mengelola bisnis bahkan masalah dalam rumah tangganya pun Pak Gunando yang
banyak menentukan.
“Besok
Suci sudah sampai ke sini Pak,” Rino menyampaikan kabar adiknya.
Semenjak
dibawa suaminya, baru dua kali mereka pulang ke Indonesia. Pertama ketika Rino
menikah dan kepulangan kedua adalah dua tahun lalu ketika ibunya meninggal. Waktu
yang singkat berada di dekat keluarganya tak cukup untuk Rino dan ayahnya
mengetahui tentang keadaan Suci dan keluarganya. Suami Suci tak mengijinkan ia
berlama-lama bersama keluarganya. Meski dari sorot mata adiknya Rino membaca
kegelisahan dan kerinduan berbagi cerita seperti waktu remaja mereka.
“Kamu
kirim surat ke abang Ci kalau ada yang ingin kamu ceritakan,” Rino menyampaikan
hal itu beberapa kali.
Namun
ia tak tahu kenapa Suci tak pernah berkirim kabar kepadanya maupun kepada ayah
dan ibunya. Ada rasa curiga tentang kehidupan adiknya, namun ia tak berani
menyampaikan dugaan dalam pikirannya kepada siapapun.
“Aku
baik-baik saja Bang,” jawaban itu yang Rino dapatkan ketika ia mengantar
adiknya ke bandara. Namun ia yakin jawaban itu bukanlah kondisi yang nyata,
terlebih ada suami Suci yang selalu memperhatikannya ketika ia berbicara dengan
Suci.
Banyak
saudara yang selalu mengatakan betapa beruntungnya Suci bersuamikan saudagar
kaya dan tinggal di luar negeri. Gelimang harta dan penampilan yang serba mewah
selalu menjadi tolak ukur penilaian semua saudara yang melihatnya ketika
pulang. Belum lagi ketika Pak Gunando menceritakan suksesnya bisnis sang
menantu dan harta kekayaan yang dimilikinya. Rasa bangga saat ia menceritakan
kehidupan sang putri yang bagai ratu dalam istana. Ia yakin jika Suci pasti
bahagia dengan kehidupan yang dijalani bersama pria pilihannya itu.
Suci
tak pernah memberi kabar tentang kehidupan keluarganya, tak ada yang tahu
kehidupan yang ia jalani bersama Ridwan di negeri seberang. Tak banyak yang ia
ceritakan ketika ayah dan ibunya saat keduanyan berkunjung ke rumah mereka
ketika Suci melahirkan anak-anaknya. Bapak dan ibunya hanya menyaksikan
kehidupan yang terlihat bahagia dan pekerjaan rumah yang selalu ditangani oleh
pembantu di rumah anak dan menantunya itu.
“Sepertinya
ada yang kamu rahasiakan dari ibu Ci,” Bu Gunando melihat resah dari sorot mata
putrinya.
Naluri
seorang ibu yang telah mengandung dan membesarkan Suci tak bisa dibohongi. Namun Suci tak pernah
menceritakan apa yang terjadi dalam rumah tangganya. Keresahan hati Bu Gunando
yang ia sampaikan pada suaminya pun selalu ditanggapi sebagai perasaan yang
salah menurut Pak Gunando.
“Ibu
lihat sendiri kalau mereka tidak kekurangan apapun, perasaan kamu itu
berlebihan Bu,” Pak Gunando yakin dengan apa yang ia lihat tentang rumah tangga
Suci.
Kekhawatiran
Bu Gunando membuat kondisi kesehatannya kian menurun, ia hanya mengungkapkan
semua dalam buku kecil yang ditemukan Rino ketika ia membereskan barang-barang
di kamar ibunya selepas acara selamatan untuk mendoakan sang ibu. Rino yakin
apa yang dirasakan ibunya tidak salah, namun jawaban Suci masih sama seperti
yang diungkapkannya pada ibunya.
“Apa
yang sebenarnya terjadi dengan kehidupanmu di sana Ci?” pertanyaan dalam benak
Rino yang sampai kini belum terjawab.