Sabtu, 04 Juli 2020

puasa bersama bapak_part 10



Part_10

“Dul.....,” Rian membangunkan Dul ketika matahari telah condong ke barat.
Dul menggeliatkan tubuhnya meski matanya masih tertutup. Ia terlihat masih menikmati istirahat siangnya. Ketika ia membuka mata, ia hanya tersenyum ketika dilihatnya waktu telah beranjak sore.

“Aku pulang dulu ya,” tanpa menunggu jawaban Rian, Dul melangkahkan kakinya meninggalkan rumah sahabatnya. Langkahnya pelan dengan mata yang masih mengantuk. Rian hanya tersenyum melihat Dul yang terantuk pintu saat membuka kamar. Ia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat Dul sedikit kesakitan sambil memegang kepalanya.
“Disuruh cuci muka nggak mau, ya begitu jadinya Dul,” Rian kembali tertawa.

Rian merasakan tubuhnya sudah tidak lemas lagi, pening di kepalanya juga sudah berkurang. Ia melangkahkan kaki menuju kamar mandi. Ternyata di dapur Bapak sudah menyiapkan air hangat untuknya. Bapak juga tengah menyiapkan masakan untuk berbuka.
“Rian sudah nggak demam kok Pak, mandi air dingin juga sudah kuat,” Bapak hanya menggelengkan kepalanya mendengar penuturan Rian. Ia membawakan ember berisi air hangat itu ke dalam kamar mandi. Rian hanya mengekor sang bapak dan menuruti apa yang bapaknya inginkan.

Tubuh Rian terasa segar lagi, selesai salat asar ia pun membantu Bapak memasak. Ada bayam, jagung manis, tempe, dan  pisang yang telah siap untuk dimasak. Rian menyiapkan panci untuk memasak sayur, sedangkan Bapak meracik bumbu-bumbunya. Aroma masakan pun memenuhi rumah kecil mereka. Harumnya aroma kolak pisang beradu dengan aroma sayur bening yang manis dan segar. Menu sederhana yang nikmat disantap setelah seharian berpuasa. Rian pun mencicipi masakan kali ini karena ia tidak sedang berpuasa.

“Hmmmm...., kolak pisangnya seperti yang Mbah Putri buat Pak,”
Ingatan Rian kembali ke masa saat bersama neneknya. Ia selalu menemani Mbah Putri saat sedang memasak. Neneknya akan mengambilkan Rian masakan yang telah matang untuk dicicipi. Rian akan berlari mencari Bapak untuk berbagi semangkuk kecil masakan yang baru matang itu. Bergantian ia menyuapkan makanan yang dibawanya kepada Bapak. Bapak akan melonjak kegirangan ketika selesai suapan terakhir dari Rian. Ia pun menggendong Rian dan mengajaknya mengambil makanan di meja makan.

“Rian....,” suara Dul membuat Rian terjaga dari lamunannya. Dilihatnya Dul membawakannya makanan buatan ibunya.
“Kata ibu, Rian harus makan ini biar cepet sehat,” Dul menyerahkan mangkuknya.
Rian pun melihat isi mangkuk itu. Bubur kacang hijau dengan ketan hitam dengan aroma pandang yang terlihat sangat lezat.
“Kacang hijau bagus untuk menambah energi,” Dul berkata sambil menuangkan bubur kacang hijau ke mangkuk kecil dan diberikan pada Rian.
“Aku makannya nanti saja bareng Bapak buka, tadi juga sudah mencoba kolak pisang buatan Bapak,” Rian pun menuju dapur dan mengisi mangkuk Dul dengan kolak pisang buatan Bapak.
“Kamu buka di sini saja bareng aku dan Bapak,”
“Besok lagi saja, kemarin kan sudah bareng-breng di sini,”
“Ya sudah ini kolak buatan Bapak nanti buat buka puasa di rumah kamu, biar kita buka puasanya sama,  rasanya persis seperti masakan Mbah Putri,” Rian menyerahkan mangkuk yang telah berganti isinya.


"Ini pasti Hasan yang masak, benar-benar seperti buatan Emak,” Ani menikmati kolak pisang yang dibawa Dul dari rumah Rian.
“Jangan dihabiskan dong Bu,” Andi tak mau kalah meraih mangkuk dan menghabiskannya.
Dul hanya tertawa melihat bapak dan ibunya berebut kolak pisang. Ia hanya mencicipi dua sendok saja. Ia tak ikut berebut kolak pisang itu, Dul lebih memilih menikmati bubur kacang hijau.

“Besok jangan lupa Dul ikut Bapak ke pasar, ini daftar belanja yang harus dibeli,” Ani menyerahkan selembar kertas berisi sederet barang-barang yang harus dibeli di pasar.
“Besok Ibu akan membersihkan kamar Emak, sudah hampir dua bulan belum dibersihkan,” Ani melanjutkan bincang-bincang dengan Andi setelah selesai menikmati menu buka puasa.
Kamar Mbah Putri selalu dikunci seteleh sepekan beliau dimakamkan.  Ani yang menyimpan kunci kamar Mbah Putri. Semua itu karena Hasan menghabiskan hari-harinya mensngis di kamar Emak nya setelah pemakaman. Andi dan Ani mengunci kamar itu dan sesekali membersihkannya. Mereka tidak bisa sering-sering membersihkan kamar itu karena harus mencari cara agar Hasan tak berada di rumah saat kamar itu dibuka. Rian akan diminta mengajak bapaknya jalan-jalan keluar sementara kamar itu dibersihkan.

Semua barang-barang yang mengingatkan Hasan akan Emak dan Suci disimpan rapi dalam kamar itu. Ani akan bergegas mengunci kembali kamar itu ketika terdengar langkah Hasan berlari menuju rumah karena Rian tak mampu mengajak Bapak berlama-lama di luar. Hasan memang tak pernah merasa nyaman berada di luar rumah, sehingga ia akan berlari pulang ketika sudah bosan diajak ke sungai atau ke sawah.

2 komentar:

  1. Bersambung kan buk...

    Di tunggu ya cerita slnjutnya...

    BalasHapus
  2. In Sya Allah masih lanjut...tapi sabar ya.... nulisnya agak lama....

    BalasHapus

Koneksi Antar Materi 2.3 Coaching Untuk Supervisi Akademik

  COACHING UNTUK SUPERVISI AKADEMIK A.       Paradigma Berfikir Coaching 1.        Paradigma berpikir yang pertama adalah fokus pada  co...