Part_10
“Dul.....,”
Rian membangunkan Dul ketika matahari telah condong ke barat.
Dul menggeliatkan tubuhnya meski matanya masih tertutup. Ia terlihat masih
menikmati istirahat siangnya. Ketika ia membuka mata, ia hanya tersenyum ketika
dilihatnya waktu telah beranjak sore.
“Aku
pulang dulu ya,” tanpa menunggu jawaban Rian, Dul melangkahkan kakinya
meninggalkan rumah sahabatnya. Langkahnya pelan dengan mata yang masih
mengantuk. Rian hanya tersenyum melihat Dul yang terantuk pintu saat membuka
kamar. Ia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat Dul sedikit kesakitan
sambil memegang kepalanya.
“Disuruh
cuci muka nggak mau, ya begitu jadinya Dul,” Rian kembali tertawa.
Rian
merasakan tubuhnya sudah tidak lemas lagi, pening di kepalanya juga sudah
berkurang. Ia melangkahkan kaki menuju kamar mandi. Ternyata di dapur Bapak
sudah menyiapkan air hangat untuknya. Bapak juga tengah menyiapkan masakan
untuk berbuka.
“Rian
sudah nggak demam kok Pak, mandi air dingin juga sudah kuat,” Bapak hanya
menggelengkan kepalanya mendengar penuturan Rian. Ia membawakan ember berisi
air hangat itu ke dalam kamar mandi. Rian hanya mengekor sang bapak dan
menuruti apa yang bapaknya inginkan.
Tubuh
Rian terasa segar lagi, selesai salat asar ia pun membantu Bapak memasak. Ada
bayam, jagung manis, tempe, dan pisang yang
telah siap untuk dimasak. Rian menyiapkan panci untuk memasak sayur, sedangkan
Bapak meracik bumbu-bumbunya. Aroma masakan pun memenuhi rumah kecil mereka.
Harumnya aroma kolak pisang beradu dengan aroma sayur bening yang manis dan
segar. Menu sederhana yang nikmat disantap setelah seharian berpuasa. Rian pun
mencicipi masakan kali ini karena ia tidak sedang berpuasa.
“Hmmmm....,
kolak pisangnya seperti yang Mbah Putri buat Pak,”
Ingatan
Rian kembali ke masa saat bersama neneknya. Ia selalu menemani Mbah Putri saat
sedang memasak. Neneknya akan mengambilkan Rian masakan yang telah matang untuk
dicicipi. Rian akan berlari mencari Bapak untuk berbagi semangkuk kecil masakan
yang baru matang itu. Bergantian ia menyuapkan makanan yang dibawanya kepada
Bapak. Bapak akan melonjak kegirangan ketika selesai suapan terakhir dari Rian.
Ia pun menggendong Rian dan mengajaknya mengambil makanan di meja makan.
“Rian....,”
suara Dul membuat Rian terjaga dari lamunannya. Dilihatnya Dul membawakannya
makanan buatan ibunya.
“Kata
ibu, Rian harus makan ini biar cepet sehat,” Dul menyerahkan mangkuknya.
Rian
pun melihat isi mangkuk itu. Bubur kacang hijau dengan ketan hitam dengan aroma
pandang yang terlihat sangat lezat.
“Kacang
hijau bagus untuk menambah energi,” Dul berkata sambil menuangkan bubur kacang
hijau ke mangkuk kecil dan diberikan pada Rian.
“Aku
makannya nanti saja bareng Bapak buka, tadi juga sudah mencoba kolak pisang
buatan Bapak,” Rian pun menuju dapur dan mengisi mangkuk Dul dengan kolak
pisang buatan Bapak.
“Kamu
buka di sini saja bareng aku dan Bapak,”
“Besok
lagi saja, kemarin kan sudah bareng-breng di sini,”
“Ya sudah ini kolak buatan Bapak nanti
buat buka puasa di rumah kamu, biar kita buka puasanya sama, rasanya persis seperti masakan Mbah Putri,”
Rian menyerahkan mangkuk yang telah berganti isinya.
"Ini
pasti Hasan yang masak, benar-benar seperti buatan Emak,” Ani menikmati kolak
pisang yang dibawa Dul dari rumah Rian.
“Jangan
dihabiskan dong Bu,” Andi tak mau kalah meraih mangkuk dan menghabiskannya.
Dul
hanya tertawa melihat bapak dan ibunya berebut kolak pisang. Ia hanya mencicipi
dua sendok saja. Ia tak ikut berebut kolak pisang itu, Dul lebih memilih
menikmati bubur kacang hijau.
“Besok
jangan lupa Dul ikut Bapak ke pasar, ini daftar belanja yang harus dibeli,” Ani
menyerahkan selembar kertas berisi sederet barang-barang yang harus dibeli di
pasar.
“Besok
Ibu akan membersihkan kamar Emak, sudah hampir dua bulan belum dibersihkan,”
Ani melanjutkan bincang-bincang dengan Andi setelah selesai menikmati menu buka
puasa.
Kamar
Mbah Putri selalu dikunci seteleh sepekan beliau dimakamkan. Ani yang menyimpan kunci kamar Mbah Putri.
Semua itu karena Hasan menghabiskan hari-harinya mensngis di kamar Emak nya
setelah pemakaman. Andi dan Ani mengunci kamar itu dan sesekali
membersihkannya. Mereka tidak bisa sering-sering membersihkan kamar itu karena
harus mencari cara agar Hasan tak berada di rumah saat kamar itu dibuka. Rian
akan diminta mengajak bapaknya jalan-jalan keluar sementara kamar itu
dibersihkan.
Semua
barang-barang yang mengingatkan Hasan akan Emak dan Suci disimpan rapi dalam
kamar itu. Ani akan bergegas mengunci kembali kamar itu ketika terdengar
langkah Hasan berlari menuju rumah karena Rian tak mampu mengajak Bapak
berlama-lama di luar. Hasan memang tak pernah merasa nyaman berada di luar
rumah, sehingga ia akan berlari pulang ketika sudah bosan diajak ke sungai atau
ke sawah.
Bersambung kan buk...
BalasHapusDi tunggu ya cerita slnjutnya...
In Sya Allah masih lanjut...tapi sabar ya.... nulisnya agak lama....
BalasHapus